Kamis, 26 Desember 2013

Timbang Benar Resikonya

Opini hanya saya ini satu intinya, ingin mengkritisi anak-anak muda. Saya juga masih tergolong anak muda, dan saya pun layak mengingat benar isi dari tulisan opini ini.
Salah satu ciri khas anak muda adalah keinginannya yang sangat besar, baik keinginan untuk menggapai sesuatu maupun keinginan untuk mencoba-coba sesuatu yang baru. Semua anak muda mengalami hal ini, atau dari segi negatifnya dapat sedikit meleset menjadi keingina yg terlalu menggebu-gebu. Satu sisi bertindak demikian sangat lah bagus, memiliki obsesi yg besar untuk mencapai suatu hal ata tujua tertentu. Semisalnya, anak muda yg ingin mempunyai band yg dapat terkenal dan sukses dengan ini. Si anak muda akan banyak memfokuskan segala pikiran dan usahanya untuk terus berlatih, berkumpul bersama teman satu band, dan sangat bersemangat. Akibatnya, si ana muda hanya merasa hidupnya adalah fokus untuk satu tujuan itu, segala hal yg menghambatnya dpt saja dia singkirkan dengan segera. Mungkin jika dibenturkan dengan jadwal belajar, maka dia akan mentolerasi jadwal belajarnya semata-mata untuk berlatih band. Begitu sedikit contohnya.
Padahal, masih sanga banyak apa-apa yg harus kita pikirkan, terutama resiko setiap apa yg aka kita jalani. Jangan sampai apa yg sudah kita jalani/tekuni slm ini blm sepenuhnya atau bahkan blm sama sekali kita tahu resikonya untuk diri kita depan seperti apa, untuk keluarga, teman2 kita seperti apa???
Mungkin anak muda juga masih minim sekali pengalaman. Karena sadar atau tidak pengalaman memeng guru yg mujarab bagi hidup kita, dengan pengalaman kita meresakan/melakukan langsung setiap resiko yg kita terima dari sebuah aktivitas. Semisal, kalau kita belajar mengendarai motor di jalan aspal maka kita akan tahu bagaimana licinnya jalan aspal saat berkendara ketika hujan, mudahnya berkendara dengan kecepatan yg tinggi. Sedangkan, pengalama yg berbeda akan dialami oleh orang yg belajar berkendara motor di jalan yang ditutup tanah serta bergelombang. Pengalaman yg didapatkan adl pengalaman menghindari lubang2 sambil motornya berjalan, melintasi jalan lumpur yg licin saat hujan dan setelahnya, dan berkendara dengan hati-hati. Jelas dua pengalaman yg berbeda dengan resiko yg berbeda pula. Dari contoh sederhana itu penulis ingin menggambarkan bahwa satu kegiatan yg sama bisa menimbulkan atau memiliki berbagai resiko. Bijak sekali bila ada anak muda yg matang timbang-menimbang resiko tiap keputusan yg ia buat.
Penulis mengajak semua pembaca untuk lebih gemar lagi mengembangkan diri (meningkatkan kapasitas dan memperbarui kapabilitas). Terkhusus anak-anak muda sekalian, kita tinggalkan saja sifat pemuda konvensional yg amat melekat, sangat dinamis dan penuh keinginan kuat, namun sedikit yg banyak melihat/menimbang setiap resikonya. Kita kombinasikan keinginan yg menggebu dengan matangnya pertimbangan kita akan setiap resiko, agar slalu dapat kita mengoreksi diri dari setiap tujuan-tujuan yg tdk tercapai dan kesalahan-kesalahan yg kita buat.
Selamat berjuang wahai anak muda :)

Dahulukan Kewajiban daripada Hak yang Kita Punya

Menulis ternyata memiliki tingkat kelancaran yg berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisi. Ide segar lebih mudah ditulis daripada ide yg telah ditumpuk sampai beberapa waktu, itu pendapat pribadi saya. Ada yg sependapat? So, just mengingatkan untuk para hobbies menulis, untuk sama-sama lebih rajin dan giat lagi dlm berbagi lewat tulisan.
Judul yg saya tulis insya Allah sudah sangat jelas menggambarkan apa isi dari tulisan ini. Subuah fenomena sosial sederhana saya dapatkan ketika saya sedang naik motor berboncengan dengan seorang kakak tingkat (senior) disebuah perkebunan kelapa sawit di daerah Kec.Talisayan, Kab.Berau Provinsi Kalimantan Timur. Melalui sebuah pertanyaan singkat yg saya tanyakan kepada beliau, “Pak, karyawan-karyawan disini ko kebanykan berasal dari daerah Sulawesi dan Flores ya pak? Apakah semua perkebunan di Kaltim seperti itu? Tapi, kebanyakan yg menajdi staf dan setara dengan staf itu adalah orang-orang jawa? Hehehe” Bukan karena saya orang Jawa lantas saya berargumen begitu ya, akan tetapi memang kenyataan ini begitu adanya. Sering kali saya dapati orang-orang yg berasal dari Jawa dipercayakan pd posisi pemimpin atau pimpinan dlm sebuah perusahaan atau lembaga sekelas itu. Nah, jawab beliau (senior saya) menurut saya sangat filosofis untuk menyanggah argumen dr pertanyaan saya. “Karena orang Jawa itu punya sifat ‘nrimo’ sehingga mereka (orang Jawa) kebanyakan akan lebih mendahulukan melaksanakan kewajibannya daripada menuntuk haknya” begitu kurang dan lebih jawaban dari beliau. Filosofis kan?! Dimana letak perbedaannya? Anda benar. Ada satu NILAI yg menjadi pembeda seseorang dalam sebuah posisi di tempat kerja atau di mata masyarakat untuk lebih dipercaya. Bukan karena sebuah materi (uang/harta) yg lebih banyak, bukan karena lebih terkenal atau populer drpada yg lainnya, dan bukan pula karena yang satu lebih kuat secara fisik daripada yg lainnya, yg membedakan kedudukan seseorang di mata masyarakat dan secara culture. Akan tetapi ada perbedaan NILAI yg dimiliki seseorang bernama sifat ‘nrimo’ yg identik melekat pd mayoritas orang bersuku Jawa dlm karakternya yg dipercaya menduduki sebuah posisi pemimpin/pimpinan.
Mengesankan bukan, hal yg kadang kita pribadi anggap remeh, ternyata dapat mengambil perhatian yg cukup besar agar kita berinstrospeksi diri. Itulah kekuatan sebuah NILAI tambah. Saya rasa, kita semua adalah manusia yg Allah ciptakan memiliki kemampuan untuk belajar agar dpat menjadi lebih baik atau senantiatiasa melakukan perubahan yg diiringi dengan perbaikan. Jadi, belum ada kata terlambat untuk berubah dan berbenah. Tak ada sedikit mencuri budaya atau karakter suku Jawa yg bukan suku kita untuk menjadi lebih baik, bukan?! Krn saat ini kita sudah masuk ke era keterbukaan. Sepakat dengan saya? Hehehe
Banyak hikmah yg dapat kita petik dari opini saya ini. Slain nilai yg saya bahas disini, saya rasa contoh kasus yg saya gambarkan disini dapat digunakan pula untuk membahas nilai-nilai yg lain. Intinya, Allah pun menegaskan bahwa Dia akan meninggikan derajat seseorang beberapa derajat bagi orang-orang yang berilmu. Salah satu makna orang-orang yg berilmu itu adalah orang yang mau belajar dan mau mengambil pelajaran dari sesuatu yg ia alami atau peroleh dan menjadikannya life experience yg dapat memperbaiki kualitas diri dan hidupnya secara tidak langsung.
Selam sejahtera untuk semua suku yang ada di Indonesia. Saya yakin setiap kita itu punya sesuatu yg baik yg dapat kita ambil untuk dipelajari dan juga keburukan yg dpt pula kita ambil menjadi pelajaran agar tdk terulang.
Jangan pernah berhenti untuk brelajar. :)

Terima Kasih

Berau, 26 Februari 2013. Pukul 17.31 WITA
Saya beri judul ini “terima kasih” karena isinya akan mengungkapkan betapa berharganya dua kata yang sederhana ini. Ini pengalaman pribadi saya, karena berkesan dan menurut saya ada hikmah yang dapat dipetik yang insya Allah bermanfaat bila dibagikan ke para pembaca.
Peristiwa ini saya alami siang tadi, selepas saya bekerja membantu karyawan sensus OPT (Organisme Penganggu Tanaman) kelapa sawit yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan magang saya selama empat bulan di Berau. Saya sedikit bercerita mengenai pekerjaan sensu ini, hari ini saya dan tim sensus kebagian untuk melakukan sensus ulat api. Salah satu hama yang dominan menyerang daun-daun muda tanaman kelapa sawit adalah ulat api ini. Jangan sekali-kali kamu ceroboh memegang ulat ini, karena badannya yang berbulu bila tersentuh kulit manusia rasanya akan seperti terbakar api, walau kelihatannya ulat ini lucu : ).
Oke back to the track. Pekerjaan memang belum selesai, kami tinggal membuat peta penyebaran ulat api yang sudah disensus pagi ini. Sambil menunggu para anggota tim berkumpul, saya makan siang dan setelah selesai saya pegi keluar untuk mencari minuman di warung jajan perumahan karyawan. Sambil berjalan menuju warung saya melihat dua orang anak kecil sedang bermain pancingan di tepi selokan yang airnya jernih mengalir. Kedua anak itu asik sekali bermainnya. Melintaslah saya di samping anak tersebut dan dengan sengaja saya bertanya dimana letak warung di sekitar sini? Sebenarnya saya sudah tahu dimana letak warungnya, tapi saya sengaja ingin kenal dan menyapa anak-anak yang bagi saya sangat lucu dan lugu itu. Hehehehe. Di beritahukanlah saya lokasi warungnya dan sayapun bergegas kesana. Belum jauh saya berjalan salah seorang anak tersebut memanggil saya dan berkata (sedikit berteriak) “Om, bagi uang dong?”, entah apa yang ada dipikiran anak itu? Apakah saya terlihat seperti orang yang berduit? Heheheh. Sentak saya jawab “Ndak ada” sambil saya menunjuk ke arah selokan air dan berkata “Tu, ada disana uangnya kamu pancing saja” dan meraka pun tertawa. “ehhehheh”.
Satu botol minuman dan 15 buah permen saya beli dan saya kembali untuk mengerjakan pekerjaan yang belum selesai dengan segera. Entah ada apa di benak saya langsung mengagas untuk memberikan empat buah permen yang saya beli kepada kedua anak tadi, “Sini, ini ada permen, kalian bagi ya” mereka pun menerimanya dengan riang, yang ada di pandangan saya kala itu adalah mereka begitu senang dengan permen yang tidak seberapa harganya itu. Mereka langsung memamerkan kepada temannya yang lain yang ketika itu ada berdekatan dengan kami. Sambil bergegas saya mangatakan pelan kepada salah satu anak “bilang apa?” dia terbingung, dan spontan menjawab sambil tersipu “Terima kasih om” hehheheh wuuuh. Seakan ada angin bahagia merasuk dalam hati saya. Haru dan membekas kala anak yang tidak saya kenal itu bersikap santun seperti itu. Saya pun bergegas, dan dari kejauhan saya sedikit mendengar mereka berdialog dan kedua anak itu pun berteriak memanggil saya lagi dan berkata “Om, terima kasih”. Saya balik tersipu.
Ungkapan sederhana yang dapat membekas dalam hati kita. peristiwa ini ibarat cermin bagi saya, ketika saya diperlakukan sepeti ini maka hati saya tidak bisa berbohong bahwa saya menyukai dua kata itu apabila orang lain mengatakannya kepada saya. Dan ini dapat kita ambil hikmahnya agar sepatutnya kita pun memperlakukan orang lain, apalagi yang telah berkorban untuk kita dengan baik pula, minimal sekali dengan memberikan penghargaan sederhana baginya dengan dua kata penuh ketulusan “TERIMA KASIH” : )

Saung Belajar Lestari Indah Nusa Kambangan, Dusun Lempong Pucung, Kampung Laut, Kabupaten Cilacap #1

Tergerak dari sebuah program wajib Institut Pertanian Bogor, yang bekerja sama dengan empat fakultas (Fakultas Pertanian, Fakultas Ekologi Manusia, Fakultas Perternakan, dan Fakultas Ekonomi & Managemen) menyelenggarakan Kuliah Kerja Profesi (KKP). Ini merupakan mata kuliah mahasiswa IPB di semester enam atau delapan (genap) yang memiliki bobot 3 SKS.
KKP IPB mengelompokkan mahasiswa lintas jurusan/departemen, bahakan lintas fakultas untuk menjadi satu tim yang solid, yang siap ditugaskan melakukan pengabdian masyarakat sebagai wujud aplikasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Saya, mendapat kelompok bersama dengan mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), dari tiga departemen/jurusan, ada Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat (SKPM); Gizi Masyarakat (GM), dan Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), dan saya sendiri dari deparetemen Agronomi dan Hortikultura (AGH), Fakultas Pertanian. Kami berjumlah 5 orang. Dan kami ditugaskan KKP di Kabupaten Cilacap, Kecamatan Kampung Laut, Desa Ujung Alang, Dusun Lempong Pucung. (Sulit mencarinya dalam peta)
Bermula dari rasa miris kami terhadap pendidikan anak-anak, rata-rata pendidikan mereka adalah tamatan SMP, hanyak sekitar 40 orang yang memiliki uang dan niat lebih yang melanjutkan hingga tingat SMA. Selebihnya ada yang berhenti di tingkat SD dan PAUD. Serta tak banyak (sangat sedikit) yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Ada pikiran dari mereka yang lebih memiliki pergi merantau ke negeri orang daripada melanjutkan pendidikan yang hanya menghabiskan banyak uang keluarga. *Sungguh miris, tak dapat bersekolah hanya kerana tak ada uang.
Kemirisan itu bertambah ketika Seorang Kapala Sekolah, SMAN 1 Kampung Laut bertutur, bahwa cita-cita anak-anak didiknya hanya sebatas ingin menjadi “Pegawai A*lfa Mart”. Bukan profesi yang sering kita dengar, layaknya dokter, pilot, atau ilmuan.
Dua hal yang melatarbelakangi kemirisan kami adalah kemampuan ekonomi kelaurga yang kurang serta akses informasi yang minim, sehingga perlahan-lahan dapat membunuh masa depan anak-anak secara tuntas.
Berangkat dari dua hal tersebut, kami berpikir “Bahwa belajar tidak hanya di bangku sekolah, formal”, Film 3 Idiot juga mengajarkan “Kalau ingin sekolah kamu hanya perlu seragam, dan masukkan ke dalam kelas dan ikutilah pelajaran. Apabila kamu ketahuan, maka carilah seragam baru dan pindahlah ke sekolah yang lain ^^”. Ya! selain di sekolah kita pun dapat belajar dimanapun.
Kebetulan di dusun tempat kami KKP IPB, ada sebuah daerah yang dibatasi oleh Kali Ketapang sehingga dinamakan daerah Ketapang, rumah tinggal suami istri, Bapak Endang dan Ibu Sar, mereka adalah pendatang dari Jawa Barat, yang sehari-hari bermatapencaharian sebagai petani dan pembuat gula kelapa untuk mencukupu kebutuhan kelurga. Di rumah inilah ide mendirikan Saung Belajar (Tempat belajar bersama, bermain, dan membaca buku) ini muncul ke permukaan. Rumah keluarga ini sudah ada dimulai belajar bersama ketika ujian nasioanal atau sekolah, yang pengajarnya (dia tidak ingin disebut mengajar, tapi belajar bersama) adalah salah seorang anak dari Ibu Sar, yang bernama Siti Rohaniyah (Nia). Beliau mengajari anak2 ketika mempersiapkan ujian dan mengajari anak2 belajar Al-Qur’an (TPA: Taman Pendidikan Al-Qur’an), di musolah yang dibangun oleh keluarga ini atau di ruang keluarga rumah mereka. Sudah bertahun-tahun ini mereka belajar di rumah dan musolah milik keluarga Ibu Sar tanpa listrik, hanya dibantu oleh tenaga surya yang dihungkan dengan aki beberapa ampere. Namun, tanggal 10 Agustus 2012 lalu listrik PLN telah masuk ke darah ini. Alhamdulillah ^^
Adanya tempat belajar bersama anak2 membuat kami kembali melihat harapan akan nasib pendidikan mereka, semangat mereka yang tinggi untuk belajar, belajar apapun dan rasa antusias mereka untuk terus belajar yang membuat kami tidak putus asa melihat kondisi ini, malah justru ikut bersemangat untuk mendirikan saung belajar. Karena disini telah ada TPA, maka selanjutnya kami perlu mengadakan fasilitas membaca untuk anak-anak untuk mengatasi akses informasi yang sangat terbatas diperoleh oleh mereka, sehingga alternatif membaca buku dapat memberikan pencerahan mereka akan dunia luar yang sangat indah.
Dengan restu ibu Sar dan keluarga kami bersepakat untuk membuat plang nama saung belajar ini, dan Ibu Sar sendiri yang memberikan nama saung belajar ini menjadi “Saung Belajar Lesatari Indah” dan kami tamabahkan “Nusa Kamabangan” agar mudah diingat orang lain.
Plang ini dicat sama2 dengan anak2 yang sering kali bermain dan belajar disini, menyenangkan!
restu keluarga Ibu Sar ditandai dengan bersedianya mereka rumah mereka kita pasangkan plang nama saung belajarnya dan keluarga ini pun merelakan lemari kayunya untuk dipergunakan sebagai rak buku, untuk buku-buku yang kami bawa sengaja untuk anak-anak agar mereka gemar berbudaya membaca.
(bersambung..)

Menulis: Budaya Indonesia & Menyelamatkan Ide

Hal terberat untuk dapat menulis adalah MEMULAInya. Kadang ada saja hambatan atau halangan yang membuat diri malas sekali untuk menuangkan ide-ide atau buah pikiran dalam tulisan. Bahkan sebenarnya sangat paham akan manfaat apabila ketika sedang ada ide yang bagus atau pemikiran yang terlintas untuk dituliskan, barang di kertas-kertas sisa yang ditemukan di jalan atau kamar kostan. heheh, lucu.
Indonesia membutuhkan ide-ide segar nan kreatif nan brilliant nan out of the box dari para pemuda. Bagaimana ide-ide itu dapat bermanfaat bagi sesama apalagi menjadi kontribusi untuk kebangkitan Indonesia jika para pemuda, yang diharap-harapkan memberikan ide dan solusi permasalahan bangsa enggan atau malas untuk menulis. Karena dengan menuliskan ide-ide yang dimiliki, kita dapat mengembangkannya menjadi satu referensi-referensi pembaca, atau minimal memberikan pengaruh dalam “membuka pikiran” orang lain akan suatu hal. Kalau ide tersebut adalah untuk sebuah masalah bangsa, makan tulisan kita dapat menjadi bagian dari solusi-solusi atas permasalahan yang terjadi.
Pelajaran 1: pemuda itu penuh dengan ide-ide segar nan di luar kotak nan solutif nan imajenatif nan luar biasa. Jangan sia-siakan itu, anak muda ^^
Lupa, salah satu fitrah manusia yang Tuhan (Allah) lekatkan dalam diri manusia selekat-lekatnya. Lupa belum ada obatnya sampai hari ini. Lupa dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Tidak ada yang tahu kapan dia datang menghampiri kita ^^. Jadi, penting sekali apabila pemuda itu menuliskan pemikiran-pemikirannya dan simpan baik-baik, agar pemikiran (ide) nya tersebut terselamatkan. Kalau sudah lupa akibat kita tidak segera menuliskan apa yang kita pikirkan maka, selesai sudah, hanya berharap waktu akan mengulang kita memikirkan (dapat berpikir/dapat mencetus ide) yang sama untuk kedua kalinya. Tahap selanjutnya ketika tulisan akan ide kita telah dibuat adalah membaginya (sharing) ke semua teman-teman yang kita miliki, baik via social media, via lisan, ataupun via web-blog, dan masih banyak lagi sarana-sarana berbagi lainnya. Mengapa? Karena dengan membagi tulisan yang itu adalah buah pemikiran kita, orang lain akan memberikan masukan atau pandangan (pendapat) nya, sehingga pemikiran dan tulisan kita lebih kaya lagi daripada sebelum kita membagikan hasil tulisan kita kepada orang lain. Karena “satu apel + satu apel = dua apel. Akan tetapi, satu kepala + satu kepala (dalam memikirkan sesuatu) = banyak ide, bukan dua ide”.
Pelajaran 2: Selamatkan ide-ide kita dari penyakit lupa yang belum ada obatnya, karena kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk memikirkan ide belum tentu datang kedua kalinya ^^
Di awal penulis juga bilang, bahwa menulis setidaknya dapat “membuka pikiran”, yang belum tahu menjadi tahu, yang sudah tahu menjadi lebih paham, yang sudah paham memnjadi sependapat , dan yang telah sependapat menghasilkan ide-ide yang lain ^^. Keren ya kalau ini terjadi ^^
Belum banyaknya keterbukaan pikiran kita akan semangat menjadikan Indonesia, negara kita keluar dari keterpurukan atau dapat bangkit dari kegagalan, maka peran tulisan atau menulis adalah PENTING, khususnya bagi para pemuda dan siapapun yang telah tersadarkan dirinya untuk meluangkan waktunya memikirkan orang lain dan Indonesia kita. Oleh sebab itu, penting sekali menjadikan MENULIS menjadi sebuah budaya masyarakat Indonesia, agar apa yang kita lakukan dapat diketahui oleh orang lain, yang akahirnya saling bantu-membantu dalam merealisasikan sebuah ide.. ^^
Salam Budaya, Salam Kreatif, Salam Persahabatan : )

Jumat, 06 Desember 2013

Pertanyaan

Hari ini hujan bogor awet banget. Seandainya di dunia ini belum ditemukan jas hujan, mobilitas pengendara motor pasti terhambat banget ya. Andai jas hujan belum ditemukan di dunia ini pasti industri motor tidak akan semaju saat ini. Mulai sekarang berterima kasihlah pada penemu jas hujan, hehe.

Soalnya hari ini aku udah buktiin ngendarain motor di tengah hujannya bogor selama 1 jam atau kurang lebih 24 KM itu bikin sekujur badan basah kuyup, kalau fisik lagi gak oke dijamin deh masuk angin. So sekali lagi kita harus berterima kasih kepada si penemu jas hujan :).

Berikutnya aku jadi bertanya-tanya malam ini, pertanyaan yang muncul dari kejadian malam ini, siapa sih peneku jas hujana sebenernya? Kapan ditemuinnya? Bentuknya kayak mana tuh ya jas hujan yang pertama kali? Nah! kemudian berapa sih jumlah pemilik motor di Indonesia saat ini? Segitulah jumlah manfaat penemu jas hujan yang beruntung itu, hehe.

Sekian untuk malam ini. Pesannya, jangan pernah letih untuk berkarya, karena dengan berkarya kita punya peluang untuk bermanfaat bagi orang lain, dan sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

Kamis, 05 Desember 2013

Penjaga Gawang


Sering kali penjaga gawang adalah orang yang paling disalahkan bila gawang sendiri dijebol lawan, karena dianggap tak becus dalam mempertahankan sarang gol. Sering kali juga penjaga gawang lah yang paling tak dianggap membawa peran kemenangan dalam sebuah pertandingan bola ketika mengoleksi kemenangan dan gol yang banyak dari lawan. Penjaga gawang pun sering kali dianggap hanya sebagai pahlawan ketika menyelamatkan bola penalty, dia akan dipeluk dieluh-eluhkan sepanjang hari itu dan akan sangat dibanggakan ketika adu penalty adalah taruhan kemanangan hari ini. Penjaga gawang jarang menjadi seorang yang tenar dimedia, berbeda dengan straiker atau pemain diposisi lainnya.

Padahal penjaga gawanglah yang paling setia membela tim, menjaga markas agar tak kecurian gol, berada dibarisan paling akhir ketika semua kawan tak lagi dapat menolong bola masuk gawang, dan harus menerima bertubi-tubi hujaman bola dari tendangan-tendangan lawan yang mengancam gawang. Walau memang penjaga gawang tak dituntut harus berlari membawa bola dan mencetak gol.

Mungkin era sekarang banyak orang yang memposisikan diri seperti di atas, lebih fokus, tertarik, dan senang melihat kekurangan ketimbang kebaikan-kebaikan sesuatu atau seseorang, kalau bahasa kutipannya lebih bayak yang mencerca kegelapan ketimbang yang menyalakan lilin. Sehingga dunia kian tak imbang dan dirasa-rasa tak adil. Oleh karenanya lebih baik kita menyalakan lilin daripada hanya mencerca kegelapan. Sekian.