Minggu, 17 Juli 2011

Andai Semua Punya Mata dan Mulut

Ini berhubungan dengan kesadaran kita..
Ini juga berhubungan dengan kepedulian kita..
Seperti jargon Ekskul Rohis SMA-ku, “Siapa lagi kalau bukan kita? Kalau bukan kita siapa lagi???”
Seperti lagu lawas yang sering orang tua kita dengarkan, “Kalau bulan bisa ngomong? Pasti dia tak akan bohong..”

Apakah otak kita dapat mati dikala raga ini masih kekar berdiri? Apakah hati kita dapat mati ketika nafas kita masih ringan terhembus? Saya jawab DAPAT.

Kasus 1:
Supir angkot yang sedang mencari penumpang sangat bersemangat hingga malam hari tiba. Samapai ketika sang supir tiba di ujun gang menuju jalan raya ia “nge-tem” dulu sambil mengahiskan sisa gorengan yang dibelinya kala istirahat makan malam. Saat itu pukul 21.00, mungkin sang supir sudah kehilangan konsentrasi 100% karena kelelahan. Setelah sang supir menghabiskan gorengannya DENGAN ENTENG “tuing...”, sampah polimer karbon, kertas bungkus yang “dibejeg-bejeg” dengan tangan DILEMPARKAN BEGITU SAJA KE JALAN.

Kasus 2:
Kala itu adalah waktu setelah magrib, setelah waktu shalat berjamaah telah selesai, ada seorang pemuda yang badannya lumayan bagus, parasnya natural, dengan gaya pakaian yang trendi masa kini, pemuda “zaman sekarang banget” deh. Mampir ke  kantin untuk membeli air mineral gelas di kanti Rumah Sakit Pemerintah. Kala itu saya pergi menjenguk teman yang sedang sakit. Ditangan kanan memegang plastik dan air mineral gelas dan ditangan kiri memegang minuman ringan teh dalam botol plastik berjalan menuju kamar pasien yang juga pemuda itu jenguk. Sang pemuda berjalan bersama 2 orang saudara peremuannya. Duduk di kursi kayu depan kamar, tak lama berdiri, maju sedikit kearah tempat sampah yang telah dipisahkan antara sampah kering dan sampah basah, dengan ukuran kurang-lebih 70 cm tingginya (lumayan besar). TANPA SADAR “tuing...” dia lebih memilih untuk melemparkannya ke dalah selokan tempat air hujan dialirkan dan dibuang DARIPADA MEMBUANGNYA PADA TEMPAT SAMPAH YANG DISEDIAKAN. Pemuda kita.

Kasus kecil teman. Hanya soal sampah. Masa? Kita tidak bisa sih memulai sedikit lebih sadar dan peduli?

Mau sampai kapan negeri ini bebas banjir kalau kelakuan kita seperti demikian. Saya yakin, hewan-hewan pun tidak melakukan hal demikian. Hewan memiliki tempat sendiri untuk menyimpan makanannya, memakan makanannya, membuat sarangnya, membangun tempat tinggalnya, bahkan membuang kotorannya pun hewan punya tenpatnya sendiri. Lantas kita samkah dengan hewan? JELAS TIDAK.

APAKAH OTAK DAN HATI DAPAT MATI KALA RAGA MASIH SEHAT BERDIRI?
Andai tanah..
Rumput..
Pepohonan..
Bangunan-bangunan..
Tiang-tiang penyangga..
Lantai..
Sepatu..
Aspal jalanan..
Mobil-mobil..

Bahkan udara.. punya mata dan mulut, maka mereka tak akan bohong untuk memberi tahu kita bahwa hal itu adalah sifat BURUK. Dan mereka sangat tersiksa dengan sikap seperti itu.

2 komentar:

  1. oey pak luki,, setuju.. melihat banyak sampah mendarat disembarang tempat.. terhampar disetiap tempat menyaingi hamparan rumput.. seperti melihat otak-otak manusia yang juga terbuang,,,
    membuang sampah disembarang tempat adalah seperti membuang otak dan hati kita ke tempat sampah.. bagaimana bisa kita tidak berfikir?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf ya baru sempat membalas :(
      Mungkin kita tak bisa berfikir itu karena otak kita tidak dilatih untuk berpikir, sehingga mirip kaya pisau yang tak dipakai, tumpul dan berkarat. Sedih sekali, kasihan sekali, otak yang diseperti itukan. Siapa yang seperti itu? kita dokan, doi segera punya asahan untuk mengasah otaknya, hehe #canda.

      Mari belajar. kira #BelajarLagi

      Hapus

Selamat membaca, semoga mendapat hikmah atau mungkin inspirasi dan semoga mendapat manfaat. Mari komen2 dan saling berbagi ^^