Kamis, 26 Desember 2013

Dahulukan Kewajiban daripada Hak yang Kita Punya

Menulis ternyata memiliki tingkat kelancaran yg berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisi. Ide segar lebih mudah ditulis daripada ide yg telah ditumpuk sampai beberapa waktu, itu pendapat pribadi saya. Ada yg sependapat? So, just mengingatkan untuk para hobbies menulis, untuk sama-sama lebih rajin dan giat lagi dlm berbagi lewat tulisan.
Judul yg saya tulis insya Allah sudah sangat jelas menggambarkan apa isi dari tulisan ini. Subuah fenomena sosial sederhana saya dapatkan ketika saya sedang naik motor berboncengan dengan seorang kakak tingkat (senior) disebuah perkebunan kelapa sawit di daerah Kec.Talisayan, Kab.Berau Provinsi Kalimantan Timur. Melalui sebuah pertanyaan singkat yg saya tanyakan kepada beliau, “Pak, karyawan-karyawan disini ko kebanykan berasal dari daerah Sulawesi dan Flores ya pak? Apakah semua perkebunan di Kaltim seperti itu? Tapi, kebanyakan yg menajdi staf dan setara dengan staf itu adalah orang-orang jawa? Hehehe” Bukan karena saya orang Jawa lantas saya berargumen begitu ya, akan tetapi memang kenyataan ini begitu adanya. Sering kali saya dapati orang-orang yg berasal dari Jawa dipercayakan pd posisi pemimpin atau pimpinan dlm sebuah perusahaan atau lembaga sekelas itu. Nah, jawab beliau (senior saya) menurut saya sangat filosofis untuk menyanggah argumen dr pertanyaan saya. “Karena orang Jawa itu punya sifat ‘nrimo’ sehingga mereka (orang Jawa) kebanyakan akan lebih mendahulukan melaksanakan kewajibannya daripada menuntuk haknya” begitu kurang dan lebih jawaban dari beliau. Filosofis kan?! Dimana letak perbedaannya? Anda benar. Ada satu NILAI yg menjadi pembeda seseorang dalam sebuah posisi di tempat kerja atau di mata masyarakat untuk lebih dipercaya. Bukan karena sebuah materi (uang/harta) yg lebih banyak, bukan karena lebih terkenal atau populer drpada yg lainnya, dan bukan pula karena yang satu lebih kuat secara fisik daripada yg lainnya, yg membedakan kedudukan seseorang di mata masyarakat dan secara culture. Akan tetapi ada perbedaan NILAI yg dimiliki seseorang bernama sifat ‘nrimo’ yg identik melekat pd mayoritas orang bersuku Jawa dlm karakternya yg dipercaya menduduki sebuah posisi pemimpin/pimpinan.
Mengesankan bukan, hal yg kadang kita pribadi anggap remeh, ternyata dapat mengambil perhatian yg cukup besar agar kita berinstrospeksi diri. Itulah kekuatan sebuah NILAI tambah. Saya rasa, kita semua adalah manusia yg Allah ciptakan memiliki kemampuan untuk belajar agar dpat menjadi lebih baik atau senantiatiasa melakukan perubahan yg diiringi dengan perbaikan. Jadi, belum ada kata terlambat untuk berubah dan berbenah. Tak ada sedikit mencuri budaya atau karakter suku Jawa yg bukan suku kita untuk menjadi lebih baik, bukan?! Krn saat ini kita sudah masuk ke era keterbukaan. Sepakat dengan saya? Hehehe
Banyak hikmah yg dapat kita petik dari opini saya ini. Slain nilai yg saya bahas disini, saya rasa contoh kasus yg saya gambarkan disini dapat digunakan pula untuk membahas nilai-nilai yg lain. Intinya, Allah pun menegaskan bahwa Dia akan meninggikan derajat seseorang beberapa derajat bagi orang-orang yang berilmu. Salah satu makna orang-orang yg berilmu itu adalah orang yang mau belajar dan mau mengambil pelajaran dari sesuatu yg ia alami atau peroleh dan menjadikannya life experience yg dapat memperbaiki kualitas diri dan hidupnya secara tidak langsung.
Selam sejahtera untuk semua suku yang ada di Indonesia. Saya yakin setiap kita itu punya sesuatu yg baik yg dapat kita ambil untuk dipelajari dan juga keburukan yg dpt pula kita ambil menjadi pelajaran agar tdk terulang.
Jangan pernah berhenti untuk brelajar. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat membaca, semoga mendapat hikmah atau mungkin inspirasi dan semoga mendapat manfaat. Mari komen2 dan saling berbagi ^^